Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, wajar jika masyarakat menginginkan pelayanan keuangan berbasis syariah. Salah satunya yaitu P2P Lending Syariah, yang pelaksanaannya sesuai syariah atau tidak melanggar aturan Islam
Adapan P2P Lending sendiri merupakan platform yang mempertemukan dua pihak, yaitu ada yang menjadi lender selaku pemilik dana. Kemudian ada borrower, yaitu pihak yang membutuhkan pinjaman dana.
Karena itulah disebut peer to peer lending. Platformnya tersedia di website atau aplikasi dan menjadi solusi pendanaan serta pilihan investasi yang menarik.
Menurut data dari OJK per bulan April 2022 terdapat 102 fintech lending di Indonesia. Delapan di antaranya memberikan pelayan Peer to Peer Lending Syariah.
Delapan perusahaan fintech lending Syariah tersebut di antaranya ada, Investree, Alami Sharia, Ammana, Dana Syariah, dan lain sebagainya.
Secar fungsi baik yang konvensional maupun Syariah tetap sama. Yaitu menjadi penghubung dan memfasilitasi pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana pinjaman.
Namun yang membedakan adalah prinsip tata cara dan aturan spesifik di dalamnya.
Perbedaan Antara P2P Lending Syariah dan Konvensional
Terdapat perbedaan mendetail antara P2P Lending konvensional dan syariah. Perbedaan yang paling utama terlihat dari empat hal, di antaranya yaitu:
- Akad
Perbedaan transaksi dalam aturan Syariah yaitu adanya akad. Dalam P2P Lending konvensional akad atau bentuk perjanjian yang disepakati adalah pinjam meminjam. Investor akan memperoleh keuntungan dari bunga pinjaman.
Sedangkan dalam sistem Syariah berlaku beberapa jenis akad. Ada akad Mudharabah, Al-bai, Musyarakah, Qard, dan Wakalah
Misalnya akad Mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemberi modal dengan pengelola dana. Nanti keuntungan dari usaha akan dibagi sesuai dengan nisbah yang sudah disepakati.
Sedangkan dalam akad Qardh pemilik dana akan memberikan pinjaman dengan suatu ketentuan. Yaitu penerima dana wajib mengembalikan pinjaman sesuai dengan waktu serta cara yang sudah disepakati.
- Bunga
Dalam P2P Lending konvensional, terdapat sistem bunga yang menjadi keuntungan bagi pemodal. Tapi dalam hukum Syariah, bunga adalah sesuatu yang haram karena termasuk riba.
Dalam fintech lending yang Syariah, riba sangat dihindari. Pemberi dana akan mendapatkan keuntungan bukan dari bunga, melainkan berasal dari sistem bagi hasil.
- Risiko
Dalam segi risiko di P2P Lending Syariah ketika terjadi kerugian, maka akan ditanggung secara proporsional oleh setiap pihak
Berbeda dengan P2P Lending Konvensional, di mana semua risiko kerugian ditanggung oleh peminjam sepenuhnya.
- Tujuan Pendanaan
Kemudian dari segi tujuan pendanaan, fintech lending syariah difokuskan untuk pendanaan yang produktif. Seperti pengembangan UMKM.
Karena nantinya pemberi dana akan mendapatkan manfaat dari hasil usaha yang dijalankan penerima dana. Melalui sistem bagi hasil.
Selain itu dari sisi kehalalannya, lebih terjamin karena pelaksanaannya terhindari dari hal-hal yang dilarang oleh syariat Islam. Seperti riba, masyir, dan gharar.
P2P Lending dengan prinsip syariah juga mengikuti aturan atau fatwa yang dikeluarkan oleh MUI. Serta diawasi pelaksanaanya oleh Dewan Syariah Nasional (DNS) MUI.
Baca juga: Jangan Asal Pilih! Inilah 5 Daftar P2P Lending Terbaik
Perbandingan Cara Kerja P2P Lending Syariah dan Konvesional
Cara kerja P2P Lending yaitu menyediakan platform dan memfasilitasi pemilik dana juga pihak yang membutuhkan pinjaman dana. Proses registrasi, analisis risiko, persetujuan, dan transfer dana dilakukan melalui perantara perusahaan P2P Lending.
Perbedaan di antara P2P Lending konvensional dan syariah ada pada prinsip-prinsip yang diterapkan. Sedangkan skema atau alurnya kurang lebih sama.
Berikut ini perbandingan cara kerja P2P Lending dengan sistem Syariah dan konvensional:
- Skema dalam P2P Lending Konvensional
- Borrower akan mengajukan permohonan untuk mendapatkan pinjaman. Kemudian akan diminta untuk melengkapi persyaratan administrasi.
- Selanjutnya, perusahaan P2P Lending akan menganalisis risiko, menyeleksi dan melakukan mitigasi risiko.
- Setelah lolos seleksi, perusahaan akan menampilkan daftar pengajuan pinjaman yang bisa dipilih dan didanai oleh lender.
- Namun sebelum memberikan pendanaan, lender akan menganalisa profil peminjam. Kemudian memilih ajuan pinjaman, lalu mentransfer sejumlah uang ke perusahaan P2P lending.
- Baru setelah itu, perusahaan akan meneruskan uang dari pemilik modal ke peminjam dana dengan tambahan biaya administrasi.
- Borrower harus mentransfer uang pokok beserta bunga ke perusahaan P2P lending. Sebelum diteruskan kembali ke lender.
- Skema dalam P2P Lending Syariah:
Sedangkan dalam P2P Lending yang menerapkan prinsip Syariah, cara kerjanya menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum Islam, seperti:
- Tidak terdapat unsur maisir atau judi. Akad atau perjanjian yang disepakati jelas untuk semua pihak
- Tidak terdapat unsur gharar atau ketidakjelasan. Selain akad yang jelas, jumlah bagi hasil, waktu pelunasan, untuk apa dana disalurkan, semuanya jelas. Pihak pemberi dana mengetahui semuanya begitu juga dengan penerima dana.
- Tidak terdapat unsur riba. Keuntungan didapat dari selisih antara harga jual dan beli. Selain itu pembiayaan dalam P2P Lending dengan prinsip syariah juga menggunakan konsep biaya administrasi dan biaya sewa.
Itu dia perbedaan antara P2P Lending Syariah dan konvensional. Kamu bebas memilih menggunakan pelayanan yang mana.
Karena sebetulnya cara kerja dari kedua jenis perusahaan P2P lending tersebut masih sama. Perbedaannya ada pada prinsip pelaksanaan.
Di mana untuk perusahaan fintech lending Syariah lebih berhati-hati dengan menghindari praktik pelaksanaan yang tidak sesuai dengan ketentuan Syariah.
Selain itu, bagi kamu yang memiliki bisnis atau UMKM dan ingin mengajukan pendanaan bisnis, kamu bisa ajukan ke Sahabat Bisnis loh!
Di samping menyediakan invoice digital yang bisa digunakan secara gratis, Sahabat Bisnis juga bisa menjadi jembatan bagi pelaku UMKM mendapatkan dana pinjaman via kaya.id, simak caranya di sini!